SUARA HATI
this site the web

Kaum pendidik se­bagai ujung tombak bagi suatu perubahan zaman

Betapapun bagusnya kuriku­lum, betapa menterengnya ge­dung sekolah, dan sangat mo­dernnya laboratorium, jika manu­sia pendidiknya belum siap untuk berpacu dengan kemajuan, maka lama-kelamaan semua perleng­kapan fisik itu akan ketinggalan zaman, Atau minimal semua alat yang modern akan mubasir, tidak terpakai. Dalam jangka waktu pa­ling tidak sepuluh tahun ke depan ini, bagi bangsa Indonesia yang sekarang sudah kuat pendirian­nya untuk mencapai industriali­sasi melalui kemajuan ilmu dan teknologi, sangat diperlukan per­hatian yang sungguh-sungguh terhadap manusia pendidik, Kaum pendidik perlu dilihat se­bagai ujung tombak bagi suatu perubahan zaman,
Kaum pendidik adalah manu­sia-manusia yang telah mengabdi kan dirinya dalam dunia pendi­dikan, mulai dari tingkat dasar, menengah hingga pendidikan tinggi. Karena tingkat pendidikan sangat berkaitan dengan golong­an kepangkatan, maka kaum pen­didik di tingkat dasar sering na­sibnya sangat menyedihkan. Kaum pendidik tingkat dasar, ke­pangkatannya hanya golongan II, sedangkan kasum pendidik me­nengah dan tinggi, golongannya bisa III dan IV, Jika kaum pendi­dik di tingkat dasar sering menja­di kelinci permainan bagi oknum­ oknum yang tidak bertanggung jawab, bagaimanakah nasib mutu pendidikan dasar itu sendiri? Pa­dahal di tingkat dasar itulah, mu­tu pendidikan tingkat berikutnya sangat dipertaruhkan,Jika mutu pendidikannya sudah rusak sejak dasar, sangat sulit untuk meng­adakan perbaikan di tingkat ber­ikutnya,
Bagaimanakah sebenarnya kaum pendidik sendiri mengha­dapi perubahan-perubahan sosial ekonomi yang terjadi? Karena kaum pendidik adalah manusia biasa, mereka sedikit atau banyak akan juga dipengaruhi perubah­an-perubahan itu, Jika kaum pen­didik berhasil mendidik generasi penerus, sehingga menjadi lebih baik hidupnya, maka tidak boleh dilupakan, bahwa keberhasilan mendidik itu akan mempunyai dampak pada kehidupan kaum pendidik sendiri. Kemajuan eko­nomi dan perubahan sosial yang sekarang terlihat di tengah-te­ngah masyarakat, sangat berpe­ngaruh kepada kaum pendidik.
Perubahan-perubahan yang ter­jadi di tengah-tengah masyarakat, telah membawa kaum pendidik ke persimpangan jalan. Persim­pangan jalan ini sangat menentu­kan masa depan pendidikan di Indonesia. Kalau selama ini tidak diperhatikan, pada masanya nanti persimpangan jalan ini akan menjadi masalah yang rumit. Persim­pangan jalan apakah yang ada di depan kaum pendidik ?
Profesionalisme
Kalau ada dua orang yang mem­punyai kemampuan akademis se­tara, yang satu lulus dari Fakultas Teknik dan kemudian berhasil menjadi manajer, sedangkan yang satunya lagi lulusan Fakul­tas Pendidikan dan kemudian menjadi guru yang baik. Kedua orang yang sama-sama sarjana terse but dan sama-sama mempu­nyai otak yang cemerlang, akan berbeda penghasilannya. Sang in­sinyur dan manajer akan mempu­nyai rumah mewah, kendaraan mewah dan berbagai fasilitas lain. Tetapi guru yang baik tadi, mung­kin seumur hidup belum mempu­nyai rumah pribadi.

Memperhatikan ilustrasi terse­but, timbul pertanyaan, sampai seberapa jauhkan perbedaan profesionalisme antara kaum pendi­dik dan kaum bukan pendidik? Padahal seorang yang berotak cemerlang bisa berhasil menjadi sarjana teknik yang cemerlang, hanya berkat didikan guru-guru. Tanpa kehadiran sosok guru, da­pat dipastikan, tidak banyak orang akan berhasil menemukan jalan kehidupan yang lebih baik.

Tentunya untuk mendinginkan hati kaum pendidik, timbullah istilah pengabdian. Jadi kaum pendidik selain bertindak sebagai kaum profesional (dibayar karena keahliannya sebagai pendidik), juga bertindak sebagai kaum pengabdi (rela menghadapi per­bedaan upah, walaupun tingkat pendidikan sama). Di persim­pangan jalan antara sebagai kaum profesional murni atau sebagai kaum profesional plus pengabdi inilah, kaum pendidik masa kini sedang berdiri. Jika kaum pendi­dik menuntut sebagai kaum pro­fesional murni, maka masyarakat akan menuduhnya sebagai tidak etis. Tetapi realitas kehidupan ekonomi telah memaksa kaum pendidik bertindak lebih rasional.

Akhirnya, berbagai kejanggalan timbul ke permukaan.Misalnya seorang guru mengajar di berba gai tempat, sehingga konsentrasi dan perhatiannya kepada muridnya menjadi sangat kurang. Juga terjadi kecurangan-kecurangan dalam pemberian nilai mata pelajaran, dengan imbalan materi dari anak didiknya. Masih banyak lagi kejanggalan yang muncul ke permukaan, walaupun sifatnya masih sporadis.

Menghadapi kenyataan demi­kian, sudah tiba saatnya bagi pe­mikir, perencana dan pelaksana pendidikan untuk memikirkan dan berupaya, bagaimana jalannya untuk menghadapinya sampai tuntas. Mungkinkah suatu ketika akan terjadi, bahwa gaji kaum pendidik akan lebih tinggi diban­dingkan kaum bukan pendidik? Jika pendidikan dianggap seba­gai ujung tombak untuk menuju industrialisasi, adalah sewajar nya, jika profesi dan kesejahtera­an kaum pendidik mendapat perhatian yang lebih besar.

Pahlawan

Persimpangan jalan antara pah­lawan tanpa tanda jasa dan reali­tas kehidupan sehari-hari sering membuat kaum pendidik menja­di rendah diri. Pada saat ini ma­syarakat tetap menganggap kaum pendidiklah, yang akan mendidik putra-putrinya. Tetapi di sisi lain, penghargaan masyarakat kepada kaum pendidik sudah merosot sekali. Berbagai sebab bisa dijadi­kan tolok ukur tentang merosot­nya pandangan masyarakat itu.

Kalau di zaman dahulu, seorang guru naik sepeda dengan pakaian yang rapi, sedangkan murid ha­nya berjalan kaki. Berarti, im­bangan kemampuan ekonomi an­tara guru dan orangtua murid hampir setara. Tetapi sekarang, guru berjalan kaki dan murid naik mobil sedan. Perbedaan ke­mampuan ekonomi antara kaum pendidik dan orang tua murid sudah jauh sekali.

Kenyataan yang demikian sangat mencolok di kota-kota be­sar. Sedikit saja kaum orangtua salah mendidik anak-anaknya da­lam menghargai guru, maka anak­ itu akan sangat kurang ajar kepada gurunya. Apalagi kalau sampai terjadi pihak orangtua pa­mer kepada anak-anaknya dalam memberi hadiah kepada guru-gu­ru. Jika hadiah-hadiah yang dibe­rikan kepada guru salah didefini­sikan, pandangan anak didik ke­pada gurunya akan negatif sekali. Padahal bisa saja hadiah itu sebe­narnya merupakan rasa terima kasih yang tulus dari orangtua kepada pendidik anaknya.

Dengan merosotnya pandangan masyarakat kepada profesi pendi­dik sekarang ini, khususnya dise­babkan oleh keadaan ekonomi pendidik yang payah, maka posisi kaum pendidik di tengah-tengah masyarakat menjadi ragu- ragu. Apalagi kalau seorang pendidik sudah diketahui masyarakat juga merangkap sebagai pedagang. Kalau pendidik sudah bekerja ganda sebagai pedagang, masya rakat
Beranggapan bahwa nilai mata pelajaran juga bisa diperda­gangkan. Tambah merosot lagi wibawa kaum pendidik itu.

Pada kasus yang ideal, memang masih ada kaum pendidik yang teguh menjaga wibawanya. Kaum pendidik yang sangat baik ini memang patut menjadi teladan, khususnya bagi guru-guru muda. Tetapi dalam banyak keadaan, realitas kehidupan sehari-hari se ring menyebabkan kaum pendi­dik tergelincir di persimpangan jalan. Seandainya kaum pendidik mampu menghadapi realitas kehidupan sehari-hari dengan pe­nuh kesederhanaan, maka salah satu jalan untuk menyadarkan generasi muda tentang nilai-nilai kesederhanaan hanyalah melalui contoh-contoh kehidupan dari
guru-gurunya.

Pelarian

Karena terpojoknya profesi kaum pendidik, timbullah per­simpangan jalan yang baru, yaitu antara panggilan hati-nurani dan pelarian. Apakah seorang yang' menjadi pendidik memang kare­na panggilan hati-nuraninya ataukah hanya pelarian, karena tidak diteriam di tempat lain? Belakangan ini sering disorot tentang pendidikan guru. Mereka yang mempunyai kemampuan akademis tinggi, pada umumnya tidak mau memilih pendidikan keguruan tentunya dengan ber­bagai alasan yang realistis. Kalau demikian, apakah betul yang me­milih masuk pendidikan keguru­an hanya mereka yang berke­mampuan akademis sedang atau kurang? Jika kenyataan ini terja­di, masa depan lembaga pendi­dikan pasti terancam.

Kalau zaman dahulu seleksi nilai akademis untuk menjadi gu­ru sangat ketat, sehingga lemba­ga pendidikan keguruan mampu memiliki murid·murid yang baik dan akhirnya guru-guru yang di­hasilkan juga baik. Bagaimana­kah sekarang?

Mungkin pendataan secara na­sional sangat diperlukan tentang prestasi akademis siswa dan mahasiswa yang memilih bidang stu­di keguruan. Dengan dasar data itulah diadakan Perbaikan yang sungguh-sungguh. Jika tidak di­ketahui secara pasti tentang mutu akademisnya, akan timbul hal-hal yang janggal. Misalnya, penguasa­an guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan hanya 50 persen. Jika memang kemampuan akade­misnya yang rendah, maka pena­taran dalam bentuk apa pun sulit memperbaiki penguasaan materi itu.

Mungkin saja banyak orang yang berotak cemerlang mempu nyai panggilan hati nurani untuk menjadi pendidik. Tetapi realitas kehidupan sehari-hari bisa me nyebabkan pilihan lain. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor lain yang mempe­ngaruhi, upaya untuk menarik kaum muda yang bernilai akade­mis tinggi, supaya mau mengab­dikan diri sebagai guru, sangat diperlukan bagi masa depan In­donesia. Kemelut pendidikan tidak akan pernah ditemukan jalan keluarnya, jika kaum pendidiknya sebagian besar adalah kaum pelarian. Dan upaya yang sangat mendesak adalah upaya perbaikan di tingkat dasar.










SERTIFIKASI GURU

Peluang dan Tantangan
Oleh : H. Nasir Mas’ud
(Kepala Sub.Bagian Kepegawaian Dinas Pend.SulSel/
Sekretaris Umum PGRI Prov.SulSel)

Sertifikasi guru diperbincangkan dari seminar ke seminar, mulai level daerah sampai level nasional, dari organisasi pendidikan sampai perguruan tinggi apalagi dinas pendidikan kota/kabupaten dan provinsi. Betapa gembiranya seorang guru ketika UU guru dan dosen disahkan, namun terbentik suatu rasa gelisah yang mendalam dari seorang guru ketika membaca pasal demi pasal dari UU tersebut, lalu kembali bertanya pada dirinya mampukah saya mengikuti sertifikasi tersebut sebagai syarat mendapatkan tunjangan profesi.
Memang sertifikasi adalah peluang bagi seorang guru untuk mengembangklan profesinya, akan tetapi ketika sertifikasi itu direalisasikan oleh pemegang kewenangan maka penulis berpendapat bahwa sertifikasi guru tidak boleh berdiri sendiri, sebaiknya harus didukung oleh instrument-instrumen kebijakan, sebab hal ini menjadi tantangan besar bagi seorang guru, katakanlah seorang guru yang memiliki masa kerja lebih dari 20 tahun ataukah seorang guru yang sisa 5 tahun masa kerjanya. Apakah tidak boleh diberikan dispensasi untuk tidak disertifikasi. Ini adalah pemikiran sebagai jalan keluar dari tantangan.
A. Sertifikasi guru sebagai peluang
Kualitas seorang guru sangat ditentukan oleh kemampuan individu untuk mengapresiasikan potensi pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya untuk ditransfer kepada anak didiknya sehingga seorang guru diwajibkan untuk senantiasa menemukan inovasi dan metode baru dalam melaksanakan tugas mengajar.
Keinginan sertifikasi adalah untuk menilai, mengevaluasi kemampuan seorang guru dalam melaksanakan tugas mengajar sehingga dapat diketahui kemampuaan individunya. Melalui sertifikasi merupakan peluang bagi guru untuk memperoleh predikat professional, dari gambaran tersebut betapa besar peluang guru untuk dapat menapaktilasi perjuangannya mencerdaskan anak bangsa yang bertugas diseluruh pelosok nusantara. Maka peluang sertifikasi guru sebaiknya direspon secara optimal agar percepatan kualitas pendidikan dapat tercapai.

B. Sertifikasi guru sebagai tantangan
Undang-Undang guru dan dosen telah lahir, namun umurnya masih premature, karena masih diharapkan lahir peraturan pemerintah (PP) yang memberikan penguatan terhadap UU guru dan dosen. Menurut penulis, sertifikasi guru bisa menjadi tantangan jika para guru tidak memberikan apresiasi yang serius, artinya hanya pasrah menerimanya, tidak memiliki kepekaan intelektual untuk direspon, maka kemungkinan yang terjadi adalah kehawatiran, kecemasan dan kegelisahan. Oleh sebab itu sebaiknya jika sertifikasi guru adalah tantangan maka perlu menjadi perhatian serius dan kesiapan yang baik, melakukan upaya-upaya pembenahan diri sebagai seorang guru, karena apapun alasannya sertifikasi guru itu adalah upaya pemerintah untuk memberdayakan potensi sumber daya pengajar (guru). Jika para guru sepakat untuk menjadikan sertifikasi itu sebagai tantangan, maka jawabannya adalah bagaimana way out dari tantangan tersebut. Mari kita bersama-sama merespon, menyatukan persepsi, membangun kebersamaan, mencari refrensi pendukung dari sertifikasi agar kita lepas dari tantangan dan meraih peluang dengan memperoleh predikat guru yang professional.
Selamat dating setifikasi guru, bagi guru di Sulawesi Selatan sertifikasi adalah milik kami bukan milik siapa-siapa sehingga tetap harus siap untuk menyambut kedatangan sertifikasi. Kami akan tetap mempertahankan predikat professional karena predikat professional adalah indentitas kami.

C. kesejahteraan guru
Peningkatan kualitas pendidikan adalah dambaan setiap warga negara Indonesia, dinas pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan khususnya di Sulawesi Selatan, telah melakukan upaya-upaya pembudayaan sumber daya tenaga kependidikan, namun masih kadang menuai kritikan apalagi pada setiap pengadaan ujian nasional.
Mengurus pendidikan memang tidak mudah tetapi sangat mulia karena memberdayakan manusia, sehingga fungsi dan peranan guru dan dosen sudah sangat kuat dengan lahirnya UU No.14 tahun 2005, sehingga harapan guru untuk meningkatkan kesejahteraan sudah dapat terpenuhi jika implementasi UU tersebut direalisasikan, mudah-mudahan sertifikasi guru adalah babak baru menuju peningkatan kesejahteraan guru di Indonesia.



Kurikulum Pasca tahun 2004 Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah

Oleh : Muchlis Paduai

Kebijakan pemerintah bidang pendidikan yang bersifat jangka pendek dan menengah yaitu berupaya meningkatkan mutu pada semua jenis dan jenjang pendidikan dan peningkatan/pemerataan akses pendidikan serta terciptanya good governance.

A.Pendahuluan
Seiring dengan sistim pengelolaan pendidikan yang bersifat desentralisasi yang bermuara terwujudnya manajemen berbasis sekolah serta bervariasinya potensi masing-masing sekolah khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, maka pemerintah berkeinginan agar kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun sendiri oleh masing-masing tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
Keinginan tersebut didasarkan pada kenyataan di lapangan bahwa berbagai aspek antara sekolah yang satu dengan sekolah lainnya tidak sama. Perbedaan tersebut disebabkan oleh berbagai variable, antara lain kemampuan tenaga pengajarnya, sarana dan prasarana yang dimilikinya serta dukungan masyarakat yang sangat bervariasi. Akibat dari perbedaan tersebut akan berdampak pada pencapaian tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing satuan pendidikan yang dijabarkan pada berbagai mata pelajaran juga sangat bervariasi. Ada sekolah yang siswanya memperoleh nilai baik untuk semuah mata pelajaran, dan ada pula sekolah yang siswanya memperoleh nilai baik untuk beberapa mata pelajaran tertentu serta tidak sedikit jumlah sekolah yang siswanya memperoleh nilai baik hanya pada satu mata pelajaran saja.

Fenomena ini sangat terlihat jelas dari hasil ujian nasional yang setiap tahunnya dilaksanakan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sadar akan adanya perbedaan potensi yang dimiliki oleh setiap sekolah, mulai tahun pelajaran 2006/2007 pemerintah menginkan kurikulum yang akan digunakan masing-masing sekolah disusun dan dibuat sendiri oleh sekolah tersebut bersama dengan komite sekolah berdasarkan standar kompetensi lulusan pada setiap mata pelajaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Produk kurikulum yang dihasilkan oleh masing-masing sekolah diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan disingkat KTSP.

B. Dasar Hukum Dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Adapun payung hukum dari Kurikum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nomor : 22 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang standar isi, Peraturan Menteri Pendidikan Nomor : 23 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang standar kompetensi lulusan sertaPperaturan Menteri Pendidikan Nomor : 24 tanggal 4 Juni 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor : 22 dan 23 tersebut.
Permen No. 22 tahun 2006 tentang standar isi memuat lingkup materi dan tingkat kompetensi minimal untuk setiap mata pelajaran pada masing-masing jenjang pendidikan guna mencapai kompetensi lulusan minimal yang diinginkan untuk dimiliki oleh setiap peserta didik. Permen 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan memuat standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan, standar kompetensi lulusan untuk setiap mata pelajaran dan standar kompetensi pendidikan untuk kelompok mata pelajaran. Sedangkan Permen No. 24 tahun 2006, antara lain memuat kapan satuan pendidikan dapat menggunakan KTSP, kapan batas waktu semua sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus menggunakan KTSP, siapa yang berkewenangan merubah KTSP dan dalam jangka waktu kapan perubahan tersebut dapat dilakukan.

C. Kapan Penerapan KTSP di Sekolah

Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor : 24 tahun 2006 tentang petunjuk pelaksanaan Permen 22 dan 23 dijelaskan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk jenjang pendidikan dasar diharapkan dilaksanakan oleh sekolah mulai pada tahun pelajaran 2006/2007. Bagi sekolah yang belum sanggup melaksanakan KTSP karena berbagai pertimbangan, namun pada tahun pelajaran 2009/2010 semua sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah sudah harus menggunakan KTSP di sekolahnya. Mencermati standar isi dan standar kompetensi kelulusan yang merupakan dasar penyusunan KTSP di masing-masing sekolah serta telah diterapkannya kurikulum tahun 2004 (KBK) pada sekolah-sekolah, maka bukanlah alasan yang kuat bagi sekolah untuk tidak menggunakan KTSP pada tahun pelajaran ini.

Hal ini dikemukakan demikian oleh karena konsep dari penyusunan dan pengembangan dari KTSP merupakan bagian yang sudah dilaksanakan dan diterapkan pada kurikulum tahun 2004, sehingga sangat membantu guru dan kepala sekolah dalam membuat dan menyusun KTSP. Perbedaan yang menyolok antara kurikulum tahun 2004 dengan KTSP adalah jumlah jam tatap muka pada jenjang SMP. Pada kurikulum tahun 2004 tatap muka/jam senilai 45 menit sedangkan pada KTSP 1 jam tatap muka senilai 40 menit. Perbedaan yang lainnya adalah tersedianya 4 jam pelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh satuan pendidikan untuk menambahkan jumlah jam yang tersedia pada mata pelajaran tertentu atau dapat pula pihak sekolah memilih mata pelajaran muatan local dengan alokasi waktu yang tersedia.

Penambahan pada jam mata pelajaran tertentu dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pihak komite sekolah. Misalkan, pihak sekolah dan komite sekolah menilai bahwa jumlah jam yang tersedia pada mata pelajaran agama sebanyak 2 jam pelajaran berdasarkan struktur program sangat kurang, maka pihak sekolah dapat menambahkan jumlah jam tersebut menjadi 4 jam pelajaran setiap minggunya. Juga sekolah dapat memilih alternative lain, yaitu karena pihak pemgelolah dan komite sekolah lebih konsentrasi terhadap peningkatan sains, maka jumlah jam pelajaran IPA yang tersedia sebanyak 4 jam pelajaran dapat ditambahkan menjadi 6 jam/minggu.
Demikian pula bilamana pihak sekolah dan komite sekolah lebih memilih mata pelajaran mata pelajaran muatan untuk diajarkan di sekolah., maka pihak sekolah dapat memilih dan menentukan mata pelajaran muatan lokal yang harus diajarkan pada siswa di sekolah tersebut. Atau pihak sekolah dapat memilih keduanya, yaitu 2 jam pelajaran ditambahkan pada mata pelajaran tertentu dan 2 jam pelajaran yang tersisa digunakan pada mata pelajaran muatan lokal yang dipilih. Akibat dari banyaknya kemungkinan yang terjadi, maka KTSP antara satu sekolah dengan sekolah yang lainnya dalam satu Kabupaten/Kota sangat dimungkinkan terjadi diversifikasi.

Catatan : Penulis adalah Kepala Seksi Kurikulum Dinas Pendidikan Propinsi Sul-Sel.



Menunggu Era Pendidikan Berkualitas

Pendidikan berkualitas dipercaya mampu meningkatkan intelektualitas bangsa.Tetapi bagi bangsa Indonesia, pendidikan berkualitas hanya layak ditunggu.
16 DESEMBER 2008 I MEDIA INDONESIA


Upaya menepis NARKOBA Pada siswa

Oleh: Jayadi Haruna

‘Peringkat’ Indonesia dalam soal narkotika dan obat-obat terlarang meningkat. Kalau dulu hanya sebagai wilayah peredaran, kini negeri ini menjadi produsen narkoba, khususnya ekstasi, berskala besar. Terutama setelah ditemukannya sebuah pabrik penghasil ekstasi di kawasan karawaci, tangerang.
Pabrik berkapasitas produksi 10 juta-11 juta tablet ekstasi itu ternyata sungguh berskala besar. Penilaian ini, yang didasarkan pada pengakuan Badan Pengawas Obat (DEA) AS, terungkap setelah membandingkan dengan 50-an pabrik sejenis di AS dan Meksiko. Dengan kapasitas sebesar itu, tidak mengherankan bila tersangka pemiliknya, Ang Kiem Soei, memperoleh keuntungan Rp9 miliar per bulan dari bisnis barang haram tersebut.
Tanpa perlu melihat keuntungan yang diperoleh si tersangka, bisnis ekstasi memang sangat menggiurkan. Sebagai barang illegal, ekstasi sangat dicari oleh konsumennya karena memang persediannya langka. Dalam kondisi demikian, hukum pasar pun berlaku, sehingga harganya cukup tinggi. Akibatnya, pedagang apalagi produsennya tentu meraih keuntungan besar..
Sebagai wilayah peredaran narkoba, Indonesia menjadi lahan subur bagi pebisnis barang haram ini. Alasannya sederhana, dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia, pemakai narkoba di Indonesia pun terus meningkat. Apalagi Negara ini dikenal sangat lemah dalam menerapkan ketentuan hukum terhadap mereka yang terlibat dalam aktivitas narkoba, baik sebagai pemakai dan pengedar maupun produsen. Padahal narkoba sangat-sangat jelas dapat menghancurkan generasi penerus bangsa ini.
Berbagai upaya mengungkap kasus narkoba memang telah dilakukan. Namun, hampir tidak ada upaya eksekusi dengan menindak tegas siapapun yang terlibat, meskipun Indonesia sudah memiliki UU antinarkotika. Akibatnya, sudah dapat ditebak, pemakai dan pengedar narkoba tidak pernah jera, bahkan terus meningkat. Barang haram itu akhirnya tetap saja beredar bebas menghancurkan generasi muda.
Memiliki UU saja tidaklah cukup. Apa yang diperlukan saat ini adalah komitmen untuk menindak tegas mereka yang terlibat. UU antinarkotika, bila dibaca secara seksama, cukup rumit dan rinci. Namun kerumitan dan kerincian itu belum menjamin jatuhnya hukuman berat. Ini lantaran adanya kemungkinan penafsiran atas suatu pasal, atau adanya rekayasa dalam penerapan suatu pasal. Umpamanya, mereka yang nyata-nyata tertangkap sebagai bandar atau pengedar malah dihukum ringan, kartena mereka dalam penanganannya oleh aparat diarahkan sebagai pemakai, yang hukumannya lebih ringan. Dalam modus ini uanglah yang pegang peranan.
Menilik akibat yang ditimbulkannya, siapapun yang terkait dengan narkoba seharusnya ditindak tegas tanpa pandang bulu. Dampak buruk narkoba begitu dahsyat bagi pemakai maupun keluarganya. Dalam jangka panjang, ia pun mampu merusak moral dan perekonomian bangsa.
Sejauh yang diketahui, baru Pengadilan Negeri Tangerang saja yang berani menjatuhkan hukuman maksimal bagi para pengedar dan Bandar narkoba. Mengapa hanya Pengadilan Negeri Tangerang? Pertanyaan ini yang harus dijawab oleh aparat-aparat instansi terkait dan pengadilan negeri lainnya.
Kepada dua Negara jiran Singapura dan Malaysia pun kita bisa belajar. Di kedua Negara itu, hukuman bagi mereka yang terbukti terlibat atau memiliki narkoba sangat jelas dan berat. Hukuman mati! Meskipun praktek transaksi dan pemakaian narkoba tetap saja ada, minimal di kedua Negara itu orang perlu berpikir 1.000 kali untuk menyimpan, memakai, mengedarkan apalagi memproduksi narkoba dalam jumlah besar.
Bagaimanapun, tak ada hukuman yang lebih pantas dijatuhkan kepada para pengedar, Bandar maupun produsen selain vonis mati. Tanpa tindakan tegas dan keberanian menghukum mati, bangsa ini harus bersiap untuk menghadapi datangnya kebinasaan.

Dari berbagai data dan arugumentasi diatas, tentunya kita tak bisa menutup mata dimana siswa kita baik dari tingkat pendidikan SLTP terlebih untuk SMU kini bukan rahasia lagi – tidak sedikit anak anak didik kita – generasi penerus bangsa ini telah menjadi korban pengaruh Narkoba. Beruntunglah sejumlah LSM telah hadir dan mau menjadi penepis dari pengaruh narkoba bagi siswa kita. Caranya adalah memberikan penyuluhan pada siswa dengan bekerja sama dengan lembaga sekolah.
Bahkan sejumlah sekolah khususnya di SMA telah menjadi persyaratan utama untuk menjadi siswa dengan menunjukkan keterangan sebagai remaja atau pemuda atau siswa yang bebas dengan narkoba dari hasil pemeriksaan sebuah Rumah Sakit..
Konsep yang menonjol terakhir ini adalah adanya kerjas sama dengan lembaga lain yakni dari Diknas.sosial dan lembaga kepolisian serta LSM pemerhati anti Narkoba. Mereka masuk dengan tajam dan secara mendadak melakuka razia buat siswa –siswa baik SLTP maupun SMA. Cara ini memang tak dapat dijadikan barometer – dalam hal banyak –tidaknya siswa yang terlibat mengkomsumsi Narkoba namun paling tidak sebagai upaya untuk meminimalkan pengaruh narkoba pada siswa. Kami harapkan program ini terus berjalan sebagai sikap untuk mengantisipasi dari Bahaya narkoba terhadap siswa yang secara nyata sangat mengancam generasi muda.



MENCERDASKAN BANGSA DASAR HARUS KUAT

Dr. H. Ibrahim Solthan, S, Sos.

Bicara soal pendidikan tak dapat disanksikan sebagai hal yang sangat urgent. Sebab bidang pendidikan merupakan induk dari segala bidang yang merupakan kebutuhan dari sebuah organisasi baik organisasi kecil maupun organisasi besar. Seorang yang mendapatkan tempaan pendidikan yang baik dan selanjutnya akan bekerja disebuah bidang yakinlah akan sukses. Demikian juga sebaliknya akan amburadul jika proses dari awal kurang tepat tempaannya.

Kaitan di atas, tampaknya Kadis Pendidikan Nasional Kab. Bantaeng Dr. (HC) H. Ibrahim Solthan telah memahami persis sehingga dalam melakukan tugas pendidikan yang diemban kepadanya begitu hati-hati begitu teliti dan memulainya dari jenjang sekolah dasar. Alasannya cukup simple “Sekolah dasar adalah fundament untuk jenjang sukses ke tingkat lebih atas” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini.
Ia mengakui saat dirinya ditempatkan menjadi orang nomor satu di Diknas tak dapat dipungkiri ada juga beberapa oknum yang menyangsikan kemampuannya. Tentunya orang itu melihat dari sisi latar belakang pendidikan dan kemampuannya yang secara terang benderang lebih cenderung ke bidang administrasi.

Tinjauan di atas oleh Ibrahim Solthan justru diterima dengan lapang dada lantas kemudian dijadikan motivasi untuk bekerja dan mencapai tujuan pendidikan lebih baik dari pimpinan sebelumnya. Ia kemudiun melakukan penelitian beberapa tahun di ITB, mereka menembus pintu dari pakar pendidikan dan menanyakan dimana letak kekurangan bidang pendidikan yang selama ini terus dinilai belum maximal dalam mencapai mutu. Dua hal yang dipertanyakan paling tajam yakni apakah dari sistemnya atau pelaksanaannya dilapangan sehingga hampir setiap tahun selalu saja diributkan akan mutu yang dicapai khususnya untuk daerah Sulawesi Selatan dan lebih khusus lagi buat kabupaten Bantaeng.

Dua hal yang menjadi kegelisahan diatas akhirnya ditemukan setelah mendapat masukan dan selanjutnya dianalisah dengan melirik potensi daerah Bantaeng dalam kaitannya bibit peserta didik yang ada.
Ibrahim menemukan solusi dan ia pun bekerja secara marathon dab memulainya untuk bidang pendidikan sekolah dasar. Hasilnya selama beberapa tahun Ia menggenjot sistem pembelajaran baik dari sistim Kurikulum, tehnis pengajaran didepan kelas tak lupa pula kaitan disiplin para tenaga pendidik.
Yang menarik pemberdayaan perningkatan bidang sekolah dasar di Bantaeng, Ibrahim memulainya dari daerah pedesaan. Alasannya cukup sederhana, jika didesa sudah mampu sukses dan efektif maka dikota akan tergenjot secara otomatis.

Mengganti Guru Kelas jadi Guru Mata Pelajaran

Upaya lain yang dilakukan guna mempercepat tercapainya perubahan sistem pengajaran dalam rangka mencapai mutu yang Ia kemudian melakukan pertemuan dengan mengundang seluruh kepala sekolah yang ada dalam wilayah kerjanya, khususnya Kepsek Sekolah Dasar. Ia meminta untuk mengemukakan apa yang menjadi keluhannya dan kendala apa yang dihadapi. Da sini Ibrahim kemudian mengurut tingkat kesulitan yang dihadapi para guru yang berakibat tidak optimalnya pencapaian target mutu.

Kendalapun cukup kompleks dan untuk mengatasinya berkesimpulan perlu adanya perubahan sistem pengajaran dikelas yakni mengubah guru kelas jadi guru mata pelajaran. Perubahan tersebut ternyata banyak membawa manfaat baik dari sisi guru sendiri maupun pada murid – transper ilmu cukup efektif demikian gairah belajar anak didik terkontrol sangat cepat. Hasilnya, dua tahun berjalan hampir semua murid kelas empat telah mampu berbahasa Inggris bahkan dengan lantang Ibrahim menantang bahwasannya jika murid SD kelas empat yang tak mampu berbahasa Inggris ia bersedia membayarnya”. Silahkan pantau disemua SD di Bantaeng jika anda temukan anak didik SD, kelas empat tak bisa berbahasa Inggris saya akan bayar” ujarnya.

Tantangan ini ternyata bukan bombastis sebab ketika wartawan SKU tegas yang sekaligus penulis Buku ini turun ke lapangan dan berkunjung ke salah satu SD dalam kota ternyata benar adanya. Ia juga menjelaskan kiatnya untuk efektifitas perubahan guru kelas menjadi guru mata pelajaran diakui dengan melakukan MOU guru kontrak kurang lebih dua ratusan. Adapun insentif yang disiapkan pada guru kontrak diakui diambil dari bantuan dari beberapa negara seperti Jepang, Thailand, Jerman, Singapura dan Malaysia yang memberikan bantuan dana pendidikan buat daerahnya. Bahkan diakui dari UNICEF pun telah beberapa kali mengucurkan dana untuk Kabupaten Bantaeng yang keseluruhannya diperuntukkan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.

Banyaknya bantua yang mengalir ke daerahnya diakui karena dirinya tak pernah berhenti untuk melakukan kontak ke berbagai negara donatur yang bersiap dan memiliki dana bantuan pendidikan. Sehingga bukanlah hal yang luar biasa jika daerahnya terus dikerling oleh negara lain dalam hal bantuan demi menciptakan manusia cerdas sekaligus menjadi Pailot Proyek untuk pendidikan sekolah dasar di Indonesia.
Juga mengakui segala yang dicapai dalam hal pencapaian mutu pendidikan disertai dengan banyak pelatihan-pelatihan baik yang dilakukan secara regional maupun nasional. Selain itu niat baik dan upaya marathon tak bisa berhenti “ketiga hal di atas harus harmonis dan berjalan seimbang jika kita ingin melahirkan generasi cerdas” jelasnya.

Pilkada dan Mie goreng

Seorang calon yang gagal memenangkan pilkada disebuah daerah yang baru berlangsung marah-¬marah pada Tim suksesnya. "Kamu ini bagaimana kerjanya - masak beberapa kecamatan yang dulunya kalllu klaim sebagai basis suara namun setelah usai perhitungan ternyata kita kalah telak" ujar kandiddat kosong dua.

"Betul pak - tapi kan tidak semua kita kalah - ada beberapa kecamatan kita menangkan. Demikian juga ada beberapa TPS juga kita menangkan" ujar Tim Sukses.”Ya, tapi setelah ditotalkan kita kalah- jadi sia sia kerja kauu selama ini" lebih berang lagi sang kandidat.

"Tenang dulu Pak, sebab ini masih dalam proses perhitungan suara- penerapan-kan nantinya sah setelah pengumuman dari KPU, jadi jangan buru- burut marah" jawab tim sukses.

"Sudahlah. Kalau LSI sudah mengatakan. Biasanya sangat tipis untuk berubah - pokoknya kerjamu tidak efektif alias gagal" tandasnya lagi.

" Wah, salah Boss. Buktinya LSI sudah tetapkan pemenang pilgub yang lalu namun tetap dianggap salah dan sampai hari ini tidak dilantik Gubernur kita. ladi tenang saja" urai tim sukses.

"Itu kasus lain. Itu gara-gara MA. Tahu MA ? Nah sekarang sudah ada PK lagi. jadi tunggu saja. Sekarang yang kita bicarakan Tim anda - kerja anda - yang tak ada hasilnya" kata Kandidat.
"Okey kalau begitu pak - saya akan sampaikan kelemahan kerja kita semua selama berkampanye" kata Tim sukses.

"Apa itu, tolong jelaskan "tanya Kandidat.

"Baiklah saya jelaskan, pertama, kadang permintaan pencairan proposal kebutuhan terlambat. Dua Terlalu banyak bentukan Tim, ada Tim keluarga, ada Tim non keluarga, ada Tim asal daerah dan ada Tim kelompok tertentu atau elite politik. Kemudian pembaguan ini-pun tidak merata. Contohnya anda memberi elite politik "Laptop" tapi kami hanya Mie goreng- apa seimbang. Nah inilah gara-gara kita kalah suara Bos" ungkapnya polos.

"Oh begitu" Kandidatpun lalu jatuh pingsan mendengarnya.
Merasa takut, sejumlah Tim sukses yang kalah dan mendapat ocehan langsung lari meninggalkan poskonya. Oh .. Pilkada ... Oh pilkada riwayatmu kini.
(Ahmadi Haruna)
 

Suara Hati

Pendidikan. . . .Artikel. . . . Politik . . . . Berita. . . . Puisi. . . .

Contact