Seribu benih ditabur
sejuta bibit diluncurkan
semua tumbuh
semua berakar
semua memasyarakat
lupa darat
lupa laut
lupa udara
lupa kolega
Rebah tandus
rata
hangus
berantakan
menjadi kenangan
Beringin riwayatmu kini
Sumber : Buku Kumpulan Puisi Ahmadi Haruna
April 2009
Menuju Pendidikan Gratis ( Sebuah Tinjauan)
Posted by
Bulo'a
, at 1:50 AM, in
Labels:
Materi Pendidikan
Oleh : Ahmadi Haruna
Beban pemerintah untuk membiayai pendidikan saat ini – harus diakui tidaklah ringan. Apalagi jika kita kaitkan dengan setumpuk target yang ingin dicapai dibidang pendidikan – terutama dalam rangkaian penyempurnaan sarana – prasarana yang bermuara akan tercapainya mutu. Yang lebih ironis lagi karena masyarakat sangatlah kurang akan pemahaman mengenai subsidi yang diberikan sekolah dari pemerintah. Mereka menganggap segala subsidi itu merupakan tanggung jawab sekolah untuk membiayai pendidikan yang berlangsung . Ia benar- benar ingin lepas tangan akan bantuan atau partisipasi dalam membantu terlaksananya program pembangunan disekolah. Image ini perlu segera diubah – walau dikondisi kini rasanya agak susah namun setahap demi setahap dilakukan sosialisasi – mudah – mudahan ujungnya akan dimengerti.
Kita tak bisa sangkali saat ini masyarakat kita baik yang punya anak didik disekolah tertentu maupun yang tidak punya, sangatlah rendah partisipasinya didalam mendukung program pembangunan dalam arti baik fhisik maupun SDM . Jikalaupun ada presentasenya sangatlah kecil – atau paling tidak karena punya anak atau kepentingan tertentu pada sebuah sekolah.
Salah satu alternatif agar mampu meningkatkan partisipasi dan sekaligus secara pelan- pelan merangsang motivasi guna mengulurkan bantuan di bidang pendidikan yakni Pemkot idealnya mengeluarkan Instruksi, semacam Perda atau apalah namanya yang penting memiliki dasar hukum sebagai payung - untuk meminta bantuan pada sejumlah pengusaha yang akan atau telah melakukan kegiatan usahanya – soal model dan besarnya permintaan terserah bentuknya dan berdasar pada nilai proyek yang dikerjakan .
Alternatif lain, pemkot mengeluarkan edaran internal agar seluruh pejabat Esalon satu dan II serta anggota Legislatif mau menyisihkan pendapatannya. Dan untuk hal ini perlu diberikan instrument khusus akan alasan dan pertimbangan untuk penetapan besarnya bantuan pada dunia pendidikan. Pola ini memang tidaklah sederhana dan tentunya masih perlu diperdebatkan khususnya dalam hal mekanisme penarikan dan sasaran dana yang ditarik. Namun jika wacana ini bisa diwujudkan tentunya dengan kesadaran tinggi untuk membantu perkembangan dunia pendidikan – saya yakin pemkot tak lagi “Gelisah” untuk memikirkan bagaimana setiap tahunnya memberikan bantuan pada setiap sekolah – paling tidak untuk jenjang sekolah dasar dan SLTP.
Yang lebih menarik lagi, jika benar- benar dua alternatif bisa dirumuskan bersama dan dikembangkan - program pemerintah untuk memberlakukan system pendidikan gratis akan bisa terwujud – dan orang–orang yang menyebutnya pendidikan gratis yang didengungkan pemerintah hanyalah sebatas mimpi – ‘akan kecele’.
Beban pemerintah untuk membiayai pendidikan saat ini – harus diakui tidaklah ringan. Apalagi jika kita kaitkan dengan setumpuk target yang ingin dicapai dibidang pendidikan – terutama dalam rangkaian penyempurnaan sarana – prasarana yang bermuara akan tercapainya mutu. Yang lebih ironis lagi karena masyarakat sangatlah kurang akan pemahaman mengenai subsidi yang diberikan sekolah dari pemerintah. Mereka menganggap segala subsidi itu merupakan tanggung jawab sekolah untuk membiayai pendidikan yang berlangsung . Ia benar- benar ingin lepas tangan akan bantuan atau partisipasi dalam membantu terlaksananya program pembangunan disekolah. Image ini perlu segera diubah – walau dikondisi kini rasanya agak susah namun setahap demi setahap dilakukan sosialisasi – mudah – mudahan ujungnya akan dimengerti.
Kita tak bisa sangkali saat ini masyarakat kita baik yang punya anak didik disekolah tertentu maupun yang tidak punya, sangatlah rendah partisipasinya didalam mendukung program pembangunan dalam arti baik fhisik maupun SDM . Jikalaupun ada presentasenya sangatlah kecil – atau paling tidak karena punya anak atau kepentingan tertentu pada sebuah sekolah.
Salah satu alternatif agar mampu meningkatkan partisipasi dan sekaligus secara pelan- pelan merangsang motivasi guna mengulurkan bantuan di bidang pendidikan yakni Pemkot idealnya mengeluarkan Instruksi, semacam Perda atau apalah namanya yang penting memiliki dasar hukum sebagai payung - untuk meminta bantuan pada sejumlah pengusaha yang akan atau telah melakukan kegiatan usahanya – soal model dan besarnya permintaan terserah bentuknya dan berdasar pada nilai proyek yang dikerjakan .
Alternatif lain, pemkot mengeluarkan edaran internal agar seluruh pejabat Esalon satu dan II serta anggota Legislatif mau menyisihkan pendapatannya. Dan untuk hal ini perlu diberikan instrument khusus akan alasan dan pertimbangan untuk penetapan besarnya bantuan pada dunia pendidikan. Pola ini memang tidaklah sederhana dan tentunya masih perlu diperdebatkan khususnya dalam hal mekanisme penarikan dan sasaran dana yang ditarik. Namun jika wacana ini bisa diwujudkan tentunya dengan kesadaran tinggi untuk membantu perkembangan dunia pendidikan – saya yakin pemkot tak lagi “Gelisah” untuk memikirkan bagaimana setiap tahunnya memberikan bantuan pada setiap sekolah – paling tidak untuk jenjang sekolah dasar dan SLTP.
Yang lebih menarik lagi, jika benar- benar dua alternatif bisa dirumuskan bersama dan dikembangkan - program pemerintah untuk memberlakukan system pendidikan gratis akan bisa terwujud – dan orang–orang yang menyebutnya pendidikan gratis yang didengungkan pemerintah hanyalah sebatas mimpi – ‘akan kecele’.
Kualitas Seorang Sarjana Bukan Hanya Ditentukan Perguruan Tinggi
Posted by
Bulo'a
, 2009-04-12 at 3:23 AM, in
Labels:
Materi Pendidikan
Oleh : Ahmadi Haruna
Berkualitas tidaknya seorang sarjana bukan hanya ditentukan oleh perguruan tinggi tempat ia belajar. Seorang sarjana dikatakan berkualitas optimal jika mampu berperan dalam masyarakat. Prestasi belajar yang dicapai seorang mahasiswa dibangku kuliah baru merupakan bagian dari kualitas seorang sarjana. Dengan demikian realitas masyarakat juga ikut menentukan, apakah seorang sarjana berkualitas atau tidak.
Dalam mengaplikasikan ilmunya ditengah-tengah masyarakat, seorang sarjana seharusnya jangan berhenti belajar. Bila seorang sarjana sampai berhenti belajar, ia akan tertinggal dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan informasi yang semakin mengglobal. Dengan demikian ia akan kurang tanggap dan mampu kurang mampu mengantisipasi realitas yang dihadapi dalam masyarakat.
Sangat disayangkan bila seorang sarjana hanya mau belajar ketika masih menjadi mahasiswa, dan setelah lulus dari perguruan tinggi berakhir pula kewajibannya untuk belajar. Banyak mahasiswa yang belum menyadari jika selesai dari perguruan tinggi, seorang sarjana menghadapi tantangan yang lebih besar. Seorang sarjana akan dituntut menghadapi persoalan rumit yang memerlukan kualitas manusia agar mampu menghadapi realitas masyarakat tersebut.
Seorang sarjana yang berhenti belajar akan ketinggalan ‘kereta’ sebab persaingan di pasaran kerja semakin ketat dari tahun ke tahun. Dalam persaingan di lapangan pekerjaan saat ini sangat membutuhkan manusia berkualitas, untuk itu hanya seorang sarjana yang betul-betul berkualitas akan mampu berperan dalam pembangunan di masa ini dan akan datang.
Berkualitas tidaknya seorang sarjana bukan hanya ditentukan oleh perguruan tinggi tempat ia belajar. Seorang sarjana dikatakan berkualitas optimal jika mampu berperan dalam masyarakat. Prestasi belajar yang dicapai seorang mahasiswa dibangku kuliah baru merupakan bagian dari kualitas seorang sarjana. Dengan demikian realitas masyarakat juga ikut menentukan, apakah seorang sarjana berkualitas atau tidak.
Dalam mengaplikasikan ilmunya ditengah-tengah masyarakat, seorang sarjana seharusnya jangan berhenti belajar. Bila seorang sarjana sampai berhenti belajar, ia akan tertinggal dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan informasi yang semakin mengglobal. Dengan demikian ia akan kurang tanggap dan mampu kurang mampu mengantisipasi realitas yang dihadapi dalam masyarakat.
Sangat disayangkan bila seorang sarjana hanya mau belajar ketika masih menjadi mahasiswa, dan setelah lulus dari perguruan tinggi berakhir pula kewajibannya untuk belajar. Banyak mahasiswa yang belum menyadari jika selesai dari perguruan tinggi, seorang sarjana menghadapi tantangan yang lebih besar. Seorang sarjana akan dituntut menghadapi persoalan rumit yang memerlukan kualitas manusia agar mampu menghadapi realitas masyarakat tersebut.
Seorang sarjana yang berhenti belajar akan ketinggalan ‘kereta’ sebab persaingan di pasaran kerja semakin ketat dari tahun ke tahun. Dalam persaingan di lapangan pekerjaan saat ini sangat membutuhkan manusia berkualitas, untuk itu hanya seorang sarjana yang betul-betul berkualitas akan mampu berperan dalam pembangunan di masa ini dan akan datang.
Subscribe to:
Posts (Atom)