Oleh: Jayadi Haruna
‘Peringkat’ Indonesia dalam soal narkotika dan obat-obat terlarang meningkat. Kalau dulu hanya sebagai wilayah peredaran, kini negeri ini menjadi produsen narkoba, khususnya ekstasi, berskala besar. Terutama setelah ditemukannya sebuah pabrik penghasil ekstasi di kawasan karawaci, tangerang.
Pabrik berkapasitas produksi 10 juta-11 juta tablet ekstasi itu ternyata sungguh berskala besar. Penilaian ini, yang didasarkan pada pengakuan Badan Pengawas Obat (DEA) AS, terungkap setelah membandingkan dengan 50-an pabrik sejenis di AS dan Meksiko. Dengan kapasitas sebesar itu, tidak mengherankan bila tersangka pemiliknya, Ang Kiem Soei, memperoleh keuntungan Rp9 miliar per bulan dari bisnis barang haram tersebut.
Tanpa perlu melihat keuntungan yang diperoleh si tersangka, bisnis ekstasi memang sangat menggiurkan. Sebagai barang illegal, ekstasi sangat dicari oleh konsumennya karena memang persediannya langka. Dalam kondisi demikian, hukum pasar pun berlaku, sehingga harganya cukup tinggi. Akibatnya, pedagang apalagi produsennya tentu meraih keuntungan besar..
Sebagai wilayah peredaran narkoba, Indonesia menjadi lahan subur bagi pebisnis barang haram ini. Alasannya sederhana, dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia, pemakai narkoba di Indonesia pun terus meningkat. Apalagi Negara ini dikenal sangat lemah dalam menerapkan ketentuan hukum terhadap mereka yang terlibat dalam aktivitas narkoba, baik sebagai pemakai dan pengedar maupun produsen. Padahal narkoba sangat-sangat jelas dapat menghancurkan generasi penerus bangsa ini.
Berbagai upaya mengungkap kasus narkoba memang telah dilakukan. Namun, hampir tidak ada upaya eksekusi dengan menindak tegas siapapun yang terlibat, meskipun Indonesia sudah memiliki UU antinarkotika. Akibatnya, sudah dapat ditebak, pemakai dan pengedar narkoba tidak pernah jera, bahkan terus meningkat. Barang haram itu akhirnya tetap saja beredar bebas menghancurkan generasi muda.
Memiliki UU saja tidaklah cukup. Apa yang diperlukan saat ini adalah komitmen untuk menindak tegas mereka yang terlibat. UU antinarkotika, bila dibaca secara seksama, cukup rumit dan rinci. Namun kerumitan dan kerincian itu belum menjamin jatuhnya hukuman berat. Ini lantaran adanya kemungkinan penafsiran atas suatu pasal, atau adanya rekayasa dalam penerapan suatu pasal. Umpamanya, mereka yang nyata-nyata tertangkap sebagai bandar atau pengedar malah dihukum ringan, kartena mereka dalam penanganannya oleh aparat diarahkan sebagai pemakai, yang hukumannya lebih ringan. Dalam modus ini uanglah yang pegang peranan.
Menilik akibat yang ditimbulkannya, siapapun yang terkait dengan narkoba seharusnya ditindak tegas tanpa pandang bulu. Dampak buruk narkoba begitu dahsyat bagi pemakai maupun keluarganya. Dalam jangka panjang, ia pun mampu merusak moral dan perekonomian bangsa.
Sejauh yang diketahui, baru Pengadilan Negeri Tangerang saja yang berani menjatuhkan hukuman maksimal bagi para pengedar dan Bandar narkoba. Mengapa hanya Pengadilan Negeri Tangerang? Pertanyaan ini yang harus dijawab oleh aparat-aparat instansi terkait dan pengadilan negeri lainnya.
Kepada dua Negara jiran Singapura dan Malaysia pun kita bisa belajar. Di kedua Negara itu, hukuman bagi mereka yang terbukti terlibat atau memiliki narkoba sangat jelas dan berat. Hukuman mati! Meskipun praktek transaksi dan pemakaian narkoba tetap saja ada, minimal di kedua Negara itu orang perlu berpikir 1.000 kali untuk menyimpan, memakai, mengedarkan apalagi memproduksi narkoba dalam jumlah besar.
Bagaimanapun, tak ada hukuman yang lebih pantas dijatuhkan kepada para pengedar, Bandar maupun produsen selain vonis mati. Tanpa tindakan tegas dan keberanian menghukum mati, bangsa ini harus bersiap untuk menghadapi datangnya kebinasaan.
Dari berbagai data dan arugumentasi diatas, tentunya kita tak bisa menutup mata dimana siswa kita baik dari tingkat pendidikan SLTP terlebih untuk SMU kini bukan rahasia lagi – tidak sedikit anak anak didik kita – generasi penerus bangsa ini telah menjadi korban pengaruh Narkoba. Beruntunglah sejumlah LSM telah hadir dan mau menjadi penepis dari pengaruh narkoba bagi siswa kita. Caranya adalah memberikan penyuluhan pada siswa dengan bekerja sama dengan lembaga sekolah.
Bahkan sejumlah sekolah khususnya di SMA telah menjadi persyaratan utama untuk menjadi siswa dengan menunjukkan keterangan sebagai remaja atau pemuda atau siswa yang bebas dengan narkoba dari hasil pemeriksaan sebuah Rumah Sakit..
Konsep yang menonjol terakhir ini adalah adanya kerjas sama dengan lembaga lain yakni dari Diknas.sosial dan lembaga kepolisian serta LSM pemerhati anti Narkoba. Mereka masuk dengan tajam dan secara mendadak melakuka razia buat siswa –siswa baik SLTP maupun SMA. Cara ini memang tak dapat dijadikan barometer – dalam hal banyak –tidaknya siswa yang terlibat mengkomsumsi Narkoba namun paling tidak sebagai upaya untuk meminimalkan pengaruh narkoba pada siswa. Kami harapkan program ini terus berjalan sebagai sikap untuk mengantisipasi dari Bahaya narkoba terhadap siswa yang secara nyata sangat mengancam generasi muda.
Upaya menepis NARKOBA Pada siswa
Posted by
Bulo'a
, 2009-03-18 at 3:29 AM, in
Labels:
Materi Pendidikan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment