Betapapun bagusnya kurikulum, betapa menterengnya gedung sekolah, dan sangat modernnya laboratorium, jika manusia pendidiknya belum siap untuk berpacu dengan kemajuan, maka lama-kelamaan semua perlengkapan fisik itu akan ketinggalan zaman, Atau minimal semua alat yang modern akan mubasir, tidak terpakai. Dalam jangka waktu paling tidak sepuluh tahun ke depan ini, bagi bangsa Indonesia yang sekarang sudah kuat pendiriannya untuk mencapai industrialisasi melalui kemajuan ilmu dan teknologi, sangat diperlukan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap manusia pendidik, Kaum pendidik perlu dilihat sebagai ujung tombak bagi suatu perubahan zaman,
Kaum pendidik adalah manusia-manusia yang telah mengabdi kan dirinya dalam dunia pendidikan, mulai dari tingkat dasar, menengah hingga pendidikan tinggi. Karena tingkat pendidikan sangat berkaitan dengan golongan kepangkatan, maka kaum pendidik di tingkat dasar sering nasibnya sangat menyedihkan. Kaum pendidik tingkat dasar, kepangkatannya hanya golongan II, sedangkan kasum pendidik menengah dan tinggi, golongannya bisa III dan IV, Jika kaum pendidik di tingkat dasar sering menjadi kelinci permainan bagi oknum oknum yang tidak bertanggung jawab, bagaimanakah nasib mutu pendidikan dasar itu sendiri? Padahal di tingkat dasar itulah, mutu pendidikan tingkat berikutnya sangat dipertaruhkan,Jika mutu pendidikannya sudah rusak sejak dasar, sangat sulit untuk mengadakan perbaikan di tingkat berikutnya,
Bagaimanakah sebenarnya kaum pendidik sendiri menghadapi perubahan-perubahan sosial ekonomi yang terjadi? Karena kaum pendidik adalah manusia biasa, mereka sedikit atau banyak akan juga dipengaruhi perubahan-perubahan itu, Jika kaum pendidik berhasil mendidik generasi penerus, sehingga menjadi lebih baik hidupnya, maka tidak boleh dilupakan, bahwa keberhasilan mendidik itu akan mempunyai dampak pada kehidupan kaum pendidik sendiri. Kemajuan ekonomi dan perubahan sosial yang sekarang terlihat di tengah-tengah masyarakat, sangat berpengaruh kepada kaum pendidik.
Perubahan-perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, telah membawa kaum pendidik ke persimpangan jalan. Persimpangan jalan ini sangat menentukan masa depan pendidikan di Indonesia. Kalau selama ini tidak diperhatikan, pada masanya nanti persimpangan jalan ini akan menjadi masalah yang rumit. Persimpangan jalan apakah yang ada di depan kaum pendidik ?
Profesionalisme
Kalau ada dua orang yang mempunyai kemampuan akademis setara, yang satu lulus dari Fakultas Teknik dan kemudian berhasil menjadi manajer, sedangkan yang satunya lagi lulusan Fakultas Pendidikan dan kemudian menjadi guru yang baik. Kedua orang yang sama-sama sarjana terse but dan sama-sama mempunyai otak yang cemerlang, akan berbeda penghasilannya. Sang insinyur dan manajer akan mempunyai rumah mewah, kendaraan mewah dan berbagai fasilitas lain. Tetapi guru yang baik tadi, mungkin seumur hidup belum mempunyai rumah pribadi.
Memperhatikan ilustrasi tersebut, timbul pertanyaan, sampai seberapa jauhkan perbedaan profesionalisme antara kaum pendidik dan kaum bukan pendidik? Padahal seorang yang berotak cemerlang bisa berhasil menjadi sarjana teknik yang cemerlang, hanya berkat didikan guru-guru. Tanpa kehadiran sosok guru, dapat dipastikan, tidak banyak orang akan berhasil menemukan jalan kehidupan yang lebih baik.
Tentunya untuk mendinginkan hati kaum pendidik, timbullah istilah pengabdian. Jadi kaum pendidik selain bertindak sebagai kaum profesional (dibayar karena keahliannya sebagai pendidik), juga bertindak sebagai kaum pengabdi (rela menghadapi perbedaan upah, walaupun tingkat pendidikan sama). Di persimpangan jalan antara sebagai kaum profesional murni atau sebagai kaum profesional plus pengabdi inilah, kaum pendidik masa kini sedang berdiri. Jika kaum pendidik menuntut sebagai kaum profesional murni, maka masyarakat akan menuduhnya sebagai tidak etis. Tetapi realitas kehidupan ekonomi telah memaksa kaum pendidik bertindak lebih rasional.
Akhirnya, berbagai kejanggalan timbul ke permukaan.Misalnya seorang guru mengajar di berba gai tempat, sehingga konsentrasi dan perhatiannya kepada muridnya menjadi sangat kurang. Juga terjadi kecurangan-kecurangan dalam pemberian nilai mata pelajaran, dengan imbalan materi dari anak didiknya. Masih banyak lagi kejanggalan yang muncul ke permukaan, walaupun sifatnya masih sporadis.
Menghadapi kenyataan demikian, sudah tiba saatnya bagi pemikir, perencana dan pelaksana pendidikan untuk memikirkan dan berupaya, bagaimana jalannya untuk menghadapinya sampai tuntas. Mungkinkah suatu ketika akan terjadi, bahwa gaji kaum pendidik akan lebih tinggi dibandingkan kaum bukan pendidik? Jika pendidikan dianggap sebagai ujung tombak untuk menuju industrialisasi, adalah sewajar nya, jika profesi dan kesejahteraan kaum pendidik mendapat perhatian yang lebih besar.
Pahlawan
Persimpangan jalan antara pahlawan tanpa tanda jasa dan realitas kehidupan sehari-hari sering membuat kaum pendidik menjadi rendah diri. Pada saat ini masyarakat tetap menganggap kaum pendidiklah, yang akan mendidik putra-putrinya. Tetapi di sisi lain, penghargaan masyarakat kepada kaum pendidik sudah merosot sekali. Berbagai sebab bisa dijadikan tolok ukur tentang merosotnya pandangan masyarakat itu.
Kalau di zaman dahulu, seorang guru naik sepeda dengan pakaian yang rapi, sedangkan murid hanya berjalan kaki. Berarti, imbangan kemampuan ekonomi antara guru dan orangtua murid hampir setara. Tetapi sekarang, guru berjalan kaki dan murid naik mobil sedan. Perbedaan kemampuan ekonomi antara kaum pendidik dan orang tua murid sudah jauh sekali.
Kenyataan yang demikian sangat mencolok di kota-kota besar. Sedikit saja kaum orangtua salah mendidik anak-anaknya dalam menghargai guru, maka anak itu akan sangat kurang ajar kepada gurunya. Apalagi kalau sampai terjadi pihak orangtua pamer kepada anak-anaknya dalam memberi hadiah kepada guru-guru. Jika hadiah-hadiah yang diberikan kepada guru salah didefinisikan, pandangan anak didik kepada gurunya akan negatif sekali. Padahal bisa saja hadiah itu sebenarnya merupakan rasa terima kasih yang tulus dari orangtua kepada pendidik anaknya.
Dengan merosotnya pandangan masyarakat kepada profesi pendidik sekarang ini, khususnya disebabkan oleh keadaan ekonomi pendidik yang payah, maka posisi kaum pendidik di tengah-tengah masyarakat menjadi ragu- ragu. Apalagi kalau seorang pendidik sudah diketahui masyarakat juga merangkap sebagai pedagang. Kalau pendidik sudah bekerja ganda sebagai pedagang, masya rakat
Beranggapan bahwa nilai mata pelajaran juga bisa diperdagangkan. Tambah merosot lagi wibawa kaum pendidik itu.
Pada kasus yang ideal, memang masih ada kaum pendidik yang teguh menjaga wibawanya. Kaum pendidik yang sangat baik ini memang patut menjadi teladan, khususnya bagi guru-guru muda. Tetapi dalam banyak keadaan, realitas kehidupan sehari-hari se ring menyebabkan kaum pendidik tergelincir di persimpangan jalan. Seandainya kaum pendidik mampu menghadapi realitas kehidupan sehari-hari dengan penuh kesederhanaan, maka salah satu jalan untuk menyadarkan generasi muda tentang nilai-nilai kesederhanaan hanyalah melalui contoh-contoh kehidupan dari
guru-gurunya.
Pelarian
Karena terpojoknya profesi kaum pendidik, timbullah persimpangan jalan yang baru, yaitu antara panggilan hati-nurani dan pelarian. Apakah seorang yang' menjadi pendidik memang karena panggilan hati-nuraninya ataukah hanya pelarian, karena tidak diteriam di tempat lain? Belakangan ini sering disorot tentang pendidikan guru. Mereka yang mempunyai kemampuan akademis tinggi, pada umumnya tidak mau memilih pendidikan keguruan tentunya dengan berbagai alasan yang realistis. Kalau demikian, apakah betul yang memilih masuk pendidikan keguruan hanya mereka yang berkemampuan akademis sedang atau kurang? Jika kenyataan ini terjadi, masa depan lembaga pendidikan pasti terancam.
Kalau zaman dahulu seleksi nilai akademis untuk menjadi guru sangat ketat, sehingga lembaga pendidikan keguruan mampu memiliki murid·murid yang baik dan akhirnya guru-guru yang dihasilkan juga baik. Bagaimanakah sekarang?
Mungkin pendataan secara nasional sangat diperlukan tentang prestasi akademis siswa dan mahasiswa yang memilih bidang studi keguruan. Dengan dasar data itulah diadakan Perbaikan yang sungguh-sungguh. Jika tidak diketahui secara pasti tentang mutu akademisnya, akan timbul hal-hal yang janggal. Misalnya, penguasaan guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan hanya 50 persen. Jika memang kemampuan akademisnya yang rendah, maka penataran dalam bentuk apa pun sulit memperbaiki penguasaan materi itu.
Mungkin saja banyak orang yang berotak cemerlang mempu nyai panggilan hati nurani untuk menjadi pendidik. Tetapi realitas kehidupan sehari-hari bisa me nyebabkan pilihan lain. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor lain yang mempengaruhi, upaya untuk menarik kaum muda yang bernilai akademis tinggi, supaya mau mengabdikan diri sebagai guru, sangat diperlukan bagi masa depan Indonesia. Kemelut pendidikan tidak akan pernah ditemukan jalan keluarnya, jika kaum pendidiknya sebagian besar adalah kaum pelarian. Dan upaya yang sangat mendesak adalah upaya perbaikan di tingkat dasar.
Kaum pendidik sebagai ujung tombak bagi suatu perubahan zaman
Posted by
Bulo'a
, 2009-03-21 at 2:43 AM, in
Labels:
Materi Pendidikan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment