SUARA HATI
this site the web

Tantangan Dalam Pengembangan Bahasa Indonesia

Oleh : Harimurti Kridalaksana

BAHASA Indonesia adalah se¬buah unicum dalam jajaran baha¬sa-bahasa dunia maupun dalam sejarah bangsa Indonesia. Di ne¬gara-negara berkembang dewasa ini sulit dicari bahasa nasional selain bahasa Indonesia, yang mampu tegak dan berkembang secara alamiah dan diterima seca¬ra ikhlas sebagai bahasa persatu¬an oleh semua suku bangsa, yang berlain-lainan bahasa dan kebu¬dayaannya.

Inilah salah satu pres¬tasi para pelopor kemerdekaan pada tahun 1928, yang mungkin tidak akan dapat dicapai oleh generasi penerus sekarang ini. Pasti keadaan negara kita dalam hubungan dengan bahasa tidak seperti sekarang ini. bila baru sesudah merdeka kita membahas soal bahasa nasional. Bandingkan saja dengan keadaan negara-nega¬ra berkembang lain. yang sesudah merdeka baru memikirkan masa¬lah bahasa nasional. Banyak di antaranya yang tidak berhasil. ka¬rena terbukti bahwa bahasa mernpunyai aspek sosial politik yang cukup rumit.

Karena sejak awalnya berfungsi sebagai penyatu bangsa dan de¬ngan demikian sekaligus menjadi lambang identitas bangsa, dalam perjalanan sejarahnya bahasa In¬donesia tidak hanya sekadar me¬rupakan alat komunikasi dalam masyarakat beraneka bahasa saja, .melainkan juga merupakan pembentuk sikap budaya dan penentu nilai-nilai budaya bangsa yang bersatu. Jadi penggunaan bahasa bukan hanya menyangkut kemahiran bahasa saja, melainkan pengungkapan perilaku bangsa yang lebih mengunggulkan persatuan dan kebersamaan daripada kepentingan pribadi atau kelompok sendiri.Lebih dari itu penguasaan bahasa Indonesia juga menjadi tolak ukur kedewasaan dan kematangan prilaku masyarakat.

Di kalangan orang berseko¬lah dan terpelajar, kemampuan berbahasa Indonesia tidak man¬tap, Sangat mencolok kenyataan, bahwa banyak di antara kita tidak dapat mengembangkan pengeta¬huan dan keterampilan yang di¬peroleh di jenjang pendidikan permulaan untuk keperluan-ke¬perluan lanjut, karena kegairahan membaca rendah sekali dan sama sekali tidak ada kebiasaan meru¬juk pada bahan-bahan referensi, seperti kamus, ensiklopedia, atau buku tata bahasa. Sebuah contoh konkret ialah banyaknya kesalah¬an ejaan di berbagai kalangan masyarakat, karena orang tidak pernah berusaha membuka-buka Pedoman Ejaan Bahasa Indone¬sia Yang Disempumakan. Ke¬nyataan ini membuat banyak kai¬dah bahasa menjadi labil, karena penutur tidak menguasainya de¬ngan sungguh-sungguh dan tidak mampu menerapkannya; padahal hubungan timbal-balik yang erat antara kaidah bahasa dan penutur bahasa tidak dapat diabaikan da¬lam usaha-usaha pengembangan bahasa,

tersebut di atas sebenarnya tidak lain daripada cermin tidak berakarnya kebiasa¬an membaca dan menulis dalam masyarakat. Bila ada, kebiasaan itu hanyalah terbatas pada lapisan tertentu di kota-kota tertentu di negeri kita ini. Pertanda paling konkret dalam bentuk lain ialah, tidak berkembangnya dunia per¬bukuan kita. Perhatikan saja, betapa kecil perbandingan antara buku yang terbit dengan jumlah penduduk di negeri yang besar ini. Pembaca pun dapat mengeta¬hui hal itu dari keluhan para penerbit akhir-akhir ini tentang merosotnya minat beli buku da¬lam masyarakat. Memang hal itu kembali selalu pada kenyataan, "yang mau tidak mampu, yang mampu tidak mau membeli bu¬ku". Namun akibatnya yang ga¬wat bagi masa depan bangsa kita, khususnya dalam bidang pendi¬dikan, teknologi, ilmu pengetahu¬an, dan kebudayaan, kiranya kita pahami semua.

Di samping ketiga tantangan dari dalam tersebut, ada lagi an¬caman dari luar, yang selama ini tidak diperhatikan orang, yakni pengaruh buruk bahasa Inggris. Banyak salah paham terjadi me¬ngenai fungsi bahasa dunia itu di negeri kita. Pengaruhnya yang baik bagi bangsa dan bahasa kita tidak diingkari. Bila kita ingin maju dan ingin mengambil man¬faat dan pengalaman dari kebu¬dayaan dan teknologi internasio¬nal, kita harus menguasai bahasa Inggris secara sungguh-sungguh.
Sayang sekali, terlalu banyak orang yang belum mahir berbaha¬sa asing ini merasa sangat mampu dan langsung menerapkan serta mempergunakannya secara keli¬ru. Ungkapan-ungkapan bahasa Inggris yang menggelikan justru muncul dalam penggunaan baha¬sa publik; dan inilah yang me¬nyebar dan meresap di kalangan generasi muda, sehingga gagallah semua yang diajarkan para guru di sekolah'

Pengaruh buruk lain nampak dalam sikap budaya yang lazim disebut snobisme: orang yang bi¬sa berbahasa Inggris (walaupun jelek) menganggap diri lebih dari orang yang tidak tahu bahasa Inggris. Pengaruh ini bukan ha¬nya menulari anak-anak dan re¬maja melalui orangtua mereka, yang dihinggapi sikap semacam itu, melainkan juga melanda para cendekiawan yang sering mem¬bumbui percakapannya dengan kata-kata Inggris yang diperguna¬kan secara salah, karena makna dan gramatikanya hanya diketa¬hui setengah-setengah, dan dila¬falkan secara menggelikan. Para cendekiawan yang seharusnya memberi teladan itu tentunya me¬mahami, bahwa di manapun di dunia ini, kepribadian bangsa yang kuat ditandai oleh kebang¬gaan mempergunakan bahasa sendiri secara cermat dan rapi.

Tidak ada gunanya kita membahas masalah peristi¬lahan, metode mengajar bahasa, penerjemahan, dan sebagainya, kalau hal-hal yang mendasar tadi belum diatasi. Perhatian kita yang terlampau berlebihan terha¬dap hal-hal yang "supra-struktu¬ral" semacam itu, mengandung bahaya. bahwa nantinya bahasa Indonesia hanya akan menjadi medium para elite, dan kembali¬lah bahasa Indonesia ke status "Melayu Tinggi" seperti beberapa puluh tahun yang lalu.

Tantangan-tantangan tadi me¬mang tidak dapat dihindarkan dan perubahan dalam segala as¬pek kehidupan kita pasti terjadi, tetapi kita toh harus menjawab pertanyaan, "dalam menghadapi masa . depan, kita ingin menjadi subyek atau harus pasrah menja¬di obyek dari nasib kita sendiri?
Untunglah dewasa ini bahasa Indonesia sudah mempunyai mo¬dal yang sangat besar, yaitu ke¬nyataan, bahwa:

1. status dan fungsinya tidak di¬persoalkan orang lagi
2. bahasa persatuan kita itu su¬dah meluas ke segala aspek kehidupan
3.sebagai alat komunikasi untuk segala aspek kehidupan ma¬syarakat, bahasa kita itu sudah menampilkan secara meyakin¬kan daya ekspresi dan kelu¬wesannya, baik dalam gramati¬ka maupun dalam kosa kata¬nya - tidak kalah dengan ba¬hasa-bahasa modern lain. Adalah tugas kita bersama Un-
tuk menjadikannya bahasa kebu¬dayaan bagi bangsa yang berkep¬ribadian kuat.

0 comments:

Post a Comment

 

Suara Hati

Pendidikan. . . .Artikel. . . . Politik . . . . Berita. . . . Puisi. . . .

Contact